Minggu sore itu sudah menunjukkan pukul setengah tiga. Suasana mulai terasa adem, menggantikan teriknya matahari yang memancar sesiang tadi. Nampaklah segerombolan remaja tengah bersenda gurau di sebuah rumah, di kawasan Depok.
Seorang di antaranya terlihat sedang mencuci mobilnya. Beberapa lainnya duduk-duduk di lantai sambil ngobrol dan berkelakar. Tiba-tiba senda gurau mereka terhenti. Sesosok anak kecil, dengan pakaian kumel dan lusuh sudah memasuki perkarangan rumah itu.
“Minta... Kak... saya minta uang...” sapanya dengan wajah memelas. Pemuda yang sedang mengelap mobil mengalihkan pandangan ke arah teman-temannya.
“Eh, ada yang bawa seribuan, nggak?” tanyanya mendesak.
Semua temannya merogoh kantong dan dompet.
“Nggak ada gue,” jawab seseorang.
“Iya.... gue juga nggak ada, Cek!”
Pemuda yang kerap dipanggil Bucek itu ganti memandang pengemis kecil dan berkata,”Maaf, Dek... lain kali aja, ya...”
Tapi omongannya terhenti ketika Leka, temannya mendadak beranjak dari tempatnya duduk dan memanggil Bucek.
“Apaan?”
“Ini.... kasih ini aja...” kata gadis itu seraya menyerahkan selembar uang lima ribuan.”
Bucek menggeleng, “Nggak usah, eh Man, cari gih di dalam uang seribuan...” serunya pada Arman, temannya yang lain.
“Nggak usah, ini aja lagi....” desak Leka kemudian.
“Kegedean, lagi....” tolak Bucek.
“Nggak apa-apa... gue cuma ada lima ribu uang kecilnya. Gue ikhlas, kok. Kasihan lagi...”
Sementara pengemis kecil itu belum beranjak, ia masih berada di perkarangan, memperhatikan perdebatan sepasang remaja itu.
“Iya gue ngerti, tapi takut kebiasaan dia, nanti ke sini melulu. Belum tentu buat dia, kan ada yang koordinir...” Bucek masih berusaha membujuk Leka.
“Ah, udahlah, Cek. Gue lagi pingin beramal, nih. Biarin deh.”
Tapi karena Bucek tak juga mengambil uang itu dari lengannya. Leka lalu meminjam sendal pemilik rumah dan bergegas ke halaman.
“Ngapain, loh Ka... becek lagi....” tanya teman-temannya. Gadis itu tak menghiraukan panggilan mereka. Segera ia mengejar pengemis kecil yang telah meninggalkan perkerangan itu.
“Dek... sini.... nih, buat kamu...” ia menyerahkan selembar lima ribuan padanya. Pengemis kecil itu menerima dengan senyum ceria.
“Jadi ngasih?” tanya temannya begitu Leka kembali. Gadis itu hanya mengangguk singkat.
“Biarin, kasihan...”
Tak ada hal lain dalam pikirannya selain ingin membantu gadis pengemis itu. Beberapa hari kemudian, Leka berpikir kalau sweet seventeennya semakin dekat. Sesampainya di rumah, ia bertanya pada tentenya.
“Tante... tabungan Leka ada berapa?”
“Emang kenapa?” tantenya balik bertanya.
“Gue cuma ingin tahu. Kan dikit lagi ulang tahun 17. Rencananya gue mau ngerayain sama anak yatim di Jambi nanti.” Jelasnya. Ulang tahunnya memang bertepatan dengan masa kenaikan kelas. Rencananya liburan nanti ia akan pulang kampung.
“Di sini kamu juga ngadain pesta nanti?”
“Pengennya sih... kalau duitnya cukup. Makanya gue mau itung-itungan. Tabungan gue di Tante berapa?”
Akhirnya mereka berhitung,”Ka... tabungan kamu kan 400 ribu. Nah, selain itu kamu dapat sangu 500 ribu dari Mbak Ven di Batam.” Jelas tantenya, menyebutkan nama tante yang lain, yang tinggal di Batam dan termasuk orang kaya.
Mata Leka bersinar, “Beneran? Berarti uang gue ada...” ia berhitung lagi.
“Tapi masih kurang kalau mau ngadain pesta di sini juga.” Keluhnya.
“Ka... sekarang kamu prioritaskan aja deh, kamu ngejar pahala atau duniawi aja. 17 tahun nggak selalu harus pesta kan?”
Leka masih menerawang. “Kalau gue minta tambahan lagi sama Tante Ven di Batam gimana, ya? Kan untuk merayakan sama anak yatim. Niat gue ada empat nih...” ia lalu menjabarkan keempat niat baiknya.
“Coba, aja....” kata tantenya lagi.
Takut-takut Leka mencoba mengirim sms pada tantenya di Batam. Alhamdulillah sang tante bersedia menambahi lagi satu juta.
“Alhamdulillah.... ah gue pesta di Jambi aja ama anak yatim, di Depok nggak usah,” putusnya kemudian.
Dua minggu kemudian, sekembalinya dari Jambi, gadis remaja itu berbagi cerita kalau ulang tahunnya sukses. Mengundang sekitar 50 anak yatim dan juga teman dan kerabat dekatnya.
“Alhamdulillah sukses, sampe rumah nggak muat.” Jelasnya ceria. Kemudian ia berkisah lagi. Akibat menyenangkan anak yatim itu, ia mendapat uang 500 ribu dari seorang kaya di kampungnya, yang merupakan teman dekat ayahnya.
“Ka nggak nyangka, padahal baru ketemu. Eh dapat 500 ribu.”
Gara-gara sedekah 5000, remaja itu mendapat ganti sebesar satu setengah juta rupiah dalam beberapa hari. Uang itu dipergunakannya untuk merayakan ulang tahun bersama anak yatim. Selanjutnya ia mendapatkan bonus sebesar 500 ribu lagi. Leka meyakini sedekah memang mampu memancing rezekinya.
***
(9 Agustus 2005)