Muhammad Ramadhan (Stendly Delon), Masuk Islam Karena Tertarik Adzan

Pemain Film & Sinetron TerkenalDi usianya yang ke-49, Stendly Delon, akhirnya menemukan jalan kebenaran. Pria kelahiran Makassar ini mengucapkan dua kalimat syahadat pada 1 Oktober 2006. Bukan hanya itu, Stendly juga mengubah namanya menjadi Muhammad Ramadan. Berikut penuturannya?

SAYA lahir di Makassar sekitar 49 tahun silam. Lingkungan saya adalah muslim yang taat, saya tumbuh di Makassar sejak kecil. Teman-teman saya adalah muslim semua, ketika saya bermain dengan mereka, saya sering tertegun melihat mereka salat. Waktu itu, usia saya masih sekolah dasar kelas lima. Sejak saat itu, di hati saya sebenarnya saya punya keinginan untuk menjadi muslim, tapi keinginan itu belum terlaksana.

Kerinduan saya terhadap Islam sudah lama. Dalam hati saya bertanya-tanya, kapan saya menjadi mualaf? Sampai akhirnya saya lulus SMA.

Bukan hanya itu, saya dibesarkan di sekolah Islam, saya masuk SMP negeri Makassar dan SMA Makassar. Murid dan gurunya juga banyak yang muslim. Setelah lulus dari SMA, saya putuskan untuk merantau ke Jakarta karena cita-cita saya waktu itu adalah ingin menjadi bintang film (aktor) terkenal.

Bayangan saya waktu di Makassar, orang jadi bintang film itu kaya raya dan terkenal. Untuk itu saya ingin melakukan itu. Tahun 1970-an baru saya hijrah ke Jakarta sendiri. Setelah saya tiba di Jakarta saya bertemu dengan Pak Firman Bintang. Waktu itu beliau aktif jadi wartawan.

JADI BINTANG FILM
Sementara saya menekuni cita-cita menjadi aktor, mulai pertama kali jadi figuran, model sinetron, hingga akhirnya saya dipercaya menjadi bintang film ternama. Saya berteman dengan Pak Firman Bintang, yang sekarang dia sebagai direktur Bintang inova Picture, kurang lebih 15 tahun silam. Setiap saya bertemu dengan dia, saya selalu tanya soal Islam. Saya juga utarakan niat awal saya untuk menjadi mualaf. Tapi, beliau menyarankan agar saya belajar lebih dulu soal Islam.

Selain bertanya kepada Pak Firman Bintang, saya terlebih dahulu mempelajari ajaran Islam melalui buku dan bertanya kepada temen-teman saya di lokasi syuting. Bahkan, Pak Firman sering menjadi guru saya soal Islam. Setiap kali saya bertemu Pak Firman, saya utarakan terus menerus untuk menjadi mualaf.

Tapi, Pak Firman menjawabnya dengan bijaksana. Dia bilang, ?Jangan karena dekat dengan orang muslim, lantas ikut-ikutan muslim. Kamu harus yakini Islam, sebagai jalan yang benar dan terakhir,? demikian katanya.

Hingga akhirnya hidayah Allah itu datang pada 1 Oktober 2006. Pak Firman mengadakan acara syukuran dan buka puasa bersama anak-anak yatim dan kru film Bintang Inova Citra Picture. Karena kebetulan saya bermain sinetron di bawah asuhan Pak Firman, saya langsung menemui beliau. Saya utarakan kembali niat saya untuk menjadi mualaf dan ternyata Pak Firman merespon niat saya.

MENJADI MUALAF
Dari situlah proses mualaf saya terjadi. Sekitar pukul 06.00 Wib, di bawah Asuhan Dr Husen Shihab, saya baca dua kalimat syahadat disaksikan oleh keluarga besar bintang dan jamaah. Begitu saya menjadi muslim, saya lalu melakukan hal-hal yang diwajibkan oleh Islam, semisal khitan, dan lain sebagainya.

Saya menjadi muslim ketika usia 49 tahun. Ini sungguh luar biasa karena meski sejak sekolah dasar mengenal Islam, tapi baru sekarang merasakan hidayah dan kesempatan menjadi muslim. Bisa dibayangkan berapa tahun sisa hidup saya diperuntukkan untuk Islam.

Namun alhamdulillah, ternyata Allah meridai langkah saya. Saya bangga telah menjadi muslim.

Meski agak terlambat karena usia, saya tetap semangat seperti anak muda. Saya seperti anak yang baru lahir kembali, apalagi hari ini bulan Ramadan, saya juga ikutan puasa.

Sekarang saya bersemangat sekali belajar salat dan baca buku, bahkan saya membandingkan alkitab dengan Alquran. Menurut saya, islam sangat baik dan agama yang lurus. Karena Islam mempunyai aturan yang jelas terhadap umatnya. Meski saya dulu beragama Kristen, tapi saya jarang sekali ke gereja. Alasannya, gereja di lingkungan rumah saya tidak ada, tempatnya sangat jauh sehingga membuat saya malas untuk pergi.

Sementara di lingkungan tetangga kanan kiri adalah muslim, saya dan keluarga satu-satunya yang non-Muslim. Itulah sebabnya mengapa saya dari dulu tertarik Islam, karena sejak saya bangun tidur, saya selalu mendengar azan sampai waktu malam.

TERTARIK AZAN
Kali pertama saya tertarik Islam karena suara azan. Di usia yang masih kecil, saya sudah senang dengan suara azan. Bahkan saya sampai hapal azan, kebetulan letak rumah saya dekat masjid. Ketika mendengar suara azan rasanya hati ini damai sekali, saya nggak tahu kenapa ketika mendengar azan, saya teringat dan seperti terpanggil itu. Rasanya damai sekali mendengar kalimat Allah.

Jadi, suara azan dengan saya sudah akrab, seperti layaknya diri, sendiri. Waktu saya mengucapkan kalimat syahadat, temyata banyak teman-temah banyak yang mendukung, baik dari kalangan film maupun dari artis, mereka memberi ucapan selamat kepada saya. Bahkan keluarga besar saya juga seperti itu.

Kebetulan orang tua saya moderat, mereka mengajarkan agama dengan baik, mereka bilang tujuan semua agama baik dan agama tidak pernah mengajarkan kejelekan seperti mencuri dan membunuh. Mereka semua percaya, keyakinan adalah datangnya dari dalam hati, makanya ketika saya jadi mualaf, dia hanya menyarankan agar melaksanakan ajaran agama dengan sungguh-sungguh.

?Kalau kamu sudah pilih Islam, maka jalanilah dengan baik dan sungguh-sungguh,? katanya. Termasuk kakak saya yang muslim, dia mengucapkan seperti itu, karena dalam keluarga saya semua demokrasi.

DIPROTES SAHABAT
Namun, jauh dari dugaan saya penolakan kali pertama datang dari sahabat dekat saya yang non-Muslim. Ketika mendengar saya masuk Islam, mereka langsung telepon saya, mereka bilang, ?Apa kamu nggak salah pilih pindah ke Islam? Kamu sudah gila!? Padahal saya sadar dan tidak gila. Mereka bilanglah macam-macam yang intinya mereka kurang setuju dengan tindakan saya ini.

Tapi saya sadar, saya orangnya suka mengalah, saya menghindar ketika ditanya macam-macam soal islam. Karena saya takut terjadi konflik fisik, dan itu rasanya akan menyulitkan saya. Apalagi ini bulan puasa, saya tidak ingin terjadi konflik.

Sekarang saya sudah punya jawaban, saya bilang sama mereka, keluarga saya tidak ada yang menentang apalagi sahabat saya. Ya, itulah perjalanan hidup saya soal Islam. Saya bangga dengan keadaan sekarang ini.

Sumber : Nurani 305 (Minggu ke 2 November 2006)
 
Copyright © 2011. Para Mualaf . All Rights Reserved
Design by Herdiansyah . Published by Borneo Templates